Pemilik Blog Ini

Foto saya
Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia
Moderat, humoris, disiplin dan religius

Rabu, 11 Mei 2011

MENCARI ILMU LADUNI

MENCARI ILMU LADUNI

Dalam rangka mengenali rahasia ilmu laduni, di ayat lain Allah SWT menyatakan sifatnya dengan lebih detail. Allah berfirman :
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19) كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ (20) وَتَذَرُونَ الْآَخِرَةَ
16. “Jangan kamu menggerakkan dengan Al-Qur’an kepada lidahmu untuk mempercepat dengannya *
17. Sungguh atas tanggungan Kami penyampaian secara globalnya dan pembacaannya *
18. Maka apabila Kami telah membacakannya maka ikutilah bacaannya *
19. Kemudian sungguh atas tanggungan Kami pula penyampaian secara perinciannya *
20. Sekali-kali janganlah demikian, sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai dunia *
21. Dan meninggalkan kehidupan akhirat”. QS. al-Qiyamah.75/ 16-21.

Juga diriwayatkan dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu ‘Abbas ra. berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم . إِذَا نَزَلَ عَلَيْهِ القُرْآنَ يُحَرِّكُ بِهِ لِسَانُه ُيُرِيْدُ أَنْ يَحْفَظَهُ ، فَأَنْزَلَ اللهُ تَبَاَرَكَ وَتَعَالَى : ” لَاتُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ “.رواه الترمذى
Adalah Rasulullah saw. ketika ِAllah menurunkan Al-Qur’an kepadanya, beliau menggerakkan lesannya untuk menghafalkannya, maka Allah menurunkan ayat: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur’an hendak cepat-cepat menguasainya”. HR Tirmidzi.

Melalui ayat diatas (QS.al-Qiyamah.75/16-21) kita dapat mengambil beberapa pelajaran :

1). Dalam rangka mempelajari dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an, orang dilarang menggerakkan lesannya untuk mengikuti bacaan yang didengar, karena ingin cepat memaham dan menghafalkan ayat yang didengar itu. Bagi seorang murid tidak boleh “mbarengi” bacaan gurunya, tetapi harus membaca dibelakang bacaan gurunya.

Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas ra.:
“Bahwa Rasulullah saw. saat malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepadanya, setelah ayat ini diturunkan, beliau diam dan mendengarkan dan apabila Jibril pergi beliau baru membacanya”. HR. Bukhori. * Tafsir Fahrur Rozi.15/225 *

Ditegaskan pula di dalam firman-Nya yang lain:
وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآَنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Janganlah kamu tergesa-gesa dengan Al-Qur’an sebelum selesai mewahyukannya kepadamu. Dan katakanlah:”Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” QS. 20/114.

Mendengar dan Diam berarti me-Non Aktifkan potensi akal dan nafsu ternyata merupakan tombol untuk meng-Aktifkan potensi hati. Sebab, selama potensi akal dan nafsu masih aktif maka potensi hati akan tertutup rapat dari sumberi inspirasi ilahiyah. Itu manakala diam tersebut dalam arti menyandarkan pertolongan dan hidayah dari Allah, karena “Allah yang menurunkan Al-Qur’an dan Allah pulalah yang akan menjaganya”. (15/9)

Allah menegaskan lagi di dalam firman-Nya :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat “. QS.al-A’raaf. 7/204.
2). Firman Allah SWT. إِنَّ عَلَيْنَا جمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ (17) ”Inna ‘alainaa jam’ahuu wa qur’aanah”, (sungguh atas tanggunganku penyampaian secara global dan proses membacannya). Dikatakan: Secara globalnya di dadamu kemudian bacalah. Dan apabila dibacakan, maka ikutilah bacaannya.
Lafad “Inna ‘alainaa” mengandung arti wajib. Sebagian Ulama’ ahli tafsir mengartikan: seakan-akan Allah Ta’ala mewajibkan diri-Nya sendiri untuk melaksanakan janji-Nya. Dengan kata lain, ketika sebab-sebab telah tersusun dengan baik dan benar maka ilmu laduni akan diturunkan.

Selanjutnya, Ketika “perincian” dari yang global itu sudah waktunya dibacakan, yakni melalui proses romantika kehidupan, maka orang yang telah mendapat global itu harus mengikuti bacaan tersebut. Dalam arti menghadapi setiap tantangan dan menindaklajutinya dengan amal bakti, supaya ayat-ayat yang tersurat di dalam memori akal dapat dipadukan dengan ayat-ayat yang tersirat yang terbaca dalam realita, maka terjadilah arus pikir (tafakkur), lalu dengan hidayah dan petunjuk Allah Ta’ala seorang hamba akan menemukan mutiara hikmah di balik setiap kejadian dan fenomena.

Pengalaman ruhaniah adalah merupakan ilmu-ilmu spiritual (rasa) yang tidak hanya mampu menjadikan orang pintar tapi juga cerdas. Ilmu yang menjadikan hati seorang hamba yakin kepada yang sudah diketahui karena setiap keraguan hatinya telah mampu terusir.

Allah SWT. berjanji akan menolong hamba-Nya dengan membacakan perincian ilmu laduni itu, langsung dibisikkan di dalam hatinya, dalam bentuk teori-teori ilmiyah dan konsep-konsep tentang filosofi kehidupan, sebagai petunjuk dan bimbingan untuk menyelesaikan masalah di depan mata.

Adapun konsep-konsep tersebut berupa pemahaman hati yang tergali baik dari makna ayat Al-Qur’an al-Karim maupun hadits Rasulullah saw. Dengan yang demikian itu, maka ilmu orang yang mendapatkan ilmu laduni itu menjadi bagaikan pohon yang baik yang akarnya menunjang di tanah dan cabangnya menjulang di langit dan dengan izin Tuhannya buahnya dapat dimakan setiap saat.

3). Firman Allah SWT.:
كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ (20) وَتَذَرُونَ الْآَخِرَة
“Sekali-kali janganlah demikian, Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai yang kontan * Dan meninggalkan yang akhir “. QS. al-Qiyamah. 75/20-21.
Lafad “Al-‘Aajilata” artinya kontan/instan, yang dimaksud adalah kehidupan duniawi. Artinya, hati orang yang mencari ilmu laduni itu tidak boleh ada kecenderungan kepada kehidupan duniawi, meski dalam arti ingin mempunyai “ilmu laduni”. Mereka itu harus mampu menyandarkan segala amal ibadah semata-mata hanya mengharap ridho Ilahi Rabbi. Allahu A’lam.

Bolehkah Membaca Al Qur’an Tanpa Suara?
Apa hukum dan dalihnya membaca qur’an tanpa suara, sebab takut membangunkan istri yang sedang tidur dimalam hari?

Jawaban:
Jika yang dimaksud yaitu membaca Al Qur’an tanpa suara dan tanpa gerak bibir, yang demikian ini tidak dinamakan membaca Al Qur’an. Pertanyaan sejenis pernah ditanyakan kepada Syaikh Ibnu Baz Rahimahullah, beliau menjawab:
“Berdzikir itu harus menggerakan lisan dan harus bersuara, minimal didengar oleh diri sendiri. Orang yang membaca di dalam hati (dalam bahasa arab) tidak dikatakan Qaari. Orang yang membaca tidak dapat dikatakan sedang berdzikir atau sedang membaca Al Quran kecuali dengan lisan. Minimal didengar dirinya sendiri. Kecuali jika ia bisu, maka ini ditoleransi” (Kaset Nurun ‘alad Darb, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah juga pernah ditanya hal serupa, beliau menjawab:
“Qira’ah itu harus dengan lisan. Jika seseorang membaca bacaan-bacaan shalat dengan hati saja, ini tidak dibolehkan. Demikian juga bacaan-bacaan yang lain, tidak boleh hanya dengan hati. Namun harus menggerakan lisan dan bibirnya, barulah disebut sebagai aqwal (perkataan). Dan tidak dapat dikatakan aqwal, jika tanpa lisan dan bergeraknya bibir” (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 13/156)

Demikian penjelasan para ulama. Ringkasnya, orang yang membaca Al Qur’an dalam hati tidak dikatakan sedang membaca Al Qur’an dan tidak diganjar pahala membaca Al Qur’an. Namun praktek ini disebut sebagai tadabbur atau tafakkur Al Qur’an. Yaitu mendalami dan merenungkan isi Al Qur’an. Tadabbur atau tafakkur Al Qur’an ini termasuk dzikir hati. Sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin: “Dzikir bisa dengan hati, dengan lisan dan dengan anggota badan….. Contoh dizikir hati yaitu merenungkan ayat-ayat Al Qur’an, rasa cinta kepada Allah, mengagungkan Allah, berserah diri kepada Allah, rasa takut kepada Allah, tawakkal kepada Allah, dan amalan hati yang lainnya” (Tafsir Al Baqarah, 2/167-168)
Solusinya, hendaknya anda membaca Al Qur’an dengan sirr (lirih). Sebagaimana sabda RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam:
الجاهر بالقرآن كالجاهر بالصدقة، والمسر بالقرآن كالمسر بالصدقة
“Membaca Al Qur’an dengan suara keras, seperti bersedekah tanpa disembunyikan. Membaca Al Qur’an dengan lirih, seperti bersedekah dengan sembunyi-sembunyi” (HR. Tirmidzi no.2919, Abu Daud no.1333, Al Baihaqi, 3/13. Di-shahih-kan oleh Al Albani di Shahih Sunan At Tirmidzi)

Memang terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama tentang mana yang lebih utama, membaca secara sirr ataukah secara jahr. Namun pada kondisi anda, jika khawatir membaca Al Qur’an dapat mengganggu orang lain, membaca secara sirr lebih utama. Berdasarkan hadits lain:
الا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة
“Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud no.1332, Ahmad, 430, di-shahih-kan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16). Wallahu’alam.

Memang sebaiknya membaca Al Quran adalah dengan bersuara dan melagukannya, karena itu salah satu adab membaca Al Qur'an seperti disabdakan Rasululloh SAW, yang artinya: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR: Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, yang artinya: “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR: Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid.

Hadist:
Akan ada kemudian orang-orang dari umatku yang membaca Al-Quran yang bacaannya tidak melalui tenggorokannya, mereka terlepas dari agama Islam seperti terlepasnya anak panah dari busurnya, kemudian tidaklah mereka dapat kembali di dalamnya, mereka itu sejelak-jelek makhluk dan sejahat-jahat manusia (HR Imam Muslim).

Tidak ada komentar: